Saat kecil, Nainggolan hidup dalam kemiskinan. Dalam situasi sulit seperti itu, sang ayah justru meninggalkannya dan juga keluarganya untuk kembali ke Indonesia. Alhasil, sang ibu harus bekerja keras membanting tulang hanya untuk bisa mencukupi kebutuhan keluarganya.
Kondisinya saat itu sungguh sulit. dirinya bahkan pernah merasakan hidup satu bulan tanpa listrik. Karenanya, ia berusaha keras untuk membantu ibunya ketika sudah mendapatkan penghasilan sendiri sebagai pemain sepakbola. bahkan dirinya harus membantu orang tuanya untuk membayar utang keluarganya.
"Saat itu ada tiga orang yang tinggal di rumah kami. Ayah saat itu sudah meninggalkan kami. Ibu saya harus membayar banyak utang. Dia mendapat gaji 1.300 euro dengan bekerja 10 jam per hari. Kami bisa makan makanan yang sama tiga kali dalam sepekan. Kami juga pernah hidup sebulan tanpa listrik," kenang Nainggolan.
Lantaran masa kecilnya yang berat itu, Nainggolan menjadi sangat sayang kepada sang ibu. Saat karier sepakbola membawanya ke Italia, ia sampai tidak betah karena ingin pulang bersama keluarganya. Namun kemudian menguatkan diri dan akhirnya bisa sukses.
"Saya sempat tak mau pergi ke Italia. Saya ingin pulang ke Belgia setelah enam bulan berada di Italia, tapi saudara saya meyakinkan untuk bertahan. Saya mendapat gaji 1.400 euro per bulan di pescara pada waktu itu, dan saya bisa mengirimkan 500 euro kepada ibu saya setiap bulannya. "
Namun pengalaman Nainggolan dengan sang ayah cukup negatif. Ia bahkan sudah berusaha memberikan kesempatan untuk menjalin kembali hubungan dengan sang ayah, tapi ia merasa diabaikan.
"Ayah saya? Saya bahkan pernah pulang ke Indonesia empat tahun lalu. Saya ingin memberikan ayah saya kesempatan sekali lagi. Saya ingin bisa memaafkannya. Tapi dia mengabaikan saya dan malah meminta uang kepada saya."
Nainggolan banyak dianggap sebagai salah satu pemain terbaik Belgia saat ini. Meski demikian, ia tidak dipanggil masuk ke timnas yang akan bertanding di Piala Dunia 2018. Nainggolan sangat kecewa dengan keputusan pelatih Roberto Martinez itu.
"Tidak berangkat ke Piala Dunia adalah pukulan telak bagi saya karena saya sudah melewatkan satu Piala Dunia sebelumnya. Setelah pensiun nanti, saya tidak mau tetap berada di sepakbola, terlalu banyak penjilat di sini. Saya selalu mengatakan apa yang saya rasakan. Itu masalah saya, tapi saya akan selalu seperti itu," urai nainggolan.
Meski selalu bersikap terbuka dan terkesan tempramental, tapi Nainggolan juga punya sisi lembut. Sebagai seorang ayah, ia tak pernah lupa mengantarkan anak-anaknya berangkat ke sekolah.
"Saya ini seorang profesional. Saya berlatih dan bekerja keras. Saya juga seorang ayah yang setiap pagi mengantarkan anak-anaknya ke sekolah. Soal tato dolar di tubuh saya, saya membuatnya di las Vegas. Saat itu saya kalah banyak dalam judi dan saya membuat tato untuk mengingat hari itu."
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.